Kamis, 27 Oktober 2011

NOTULEN (laila)

Tema Makalah ;  Ajaran Budha Dharma tentang Ketuhanan dan Bhakti Puja
Hari/tanggal                 ;  Selasa, 11-10-2011 
Waktu                         ;  08.00 – 09.45 WIB
Tempat                        ;  Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, (Ruang 308)
Pembicara                    ; 1. Ipan fahmi faujillah
                                      2. Rodiah adawiyah
Dosen pembimbing     ; 1.. Hj. Siti Nadroh, M.Ag
Moderator                   ;  Habibullah
Notulen                       ;  Laila Nihayati
Pembanding                ; 1. Siti Rahmah

                                   
DISKUSI

(SESI 1.)
Solohing :     Do’a dalam agama Budha ini pada siapa ?

Rodiah    :     Do’a tidak masuk dalam konsep meminta kepada tuhan karena memang Budha tidak memiliki konsep ketuhanan.

Ipan       :       Berawal dari kata sembahyang, yaitu ‘sembah’ = memohon/meminta dan ‘yang’ = tuhan. Do’a disini bukan berarti meminta tapi lebih kepada harapan, ( seperti di dalam syair-syair banyak mengungkapkan harapan-harapan lebih baik)

 Semi     :        Bahwasanya umat Budha disini berdo’a kepada dirinya sendiri, sebagai harapan-harapan lebih baik.

Cintiya  :        Apa perbedaan konsep tuhan di Indonesia dan di india ? kenapa lebih dipentingkan darma dan pinaya. Bukan tuhan ??

Ipan      :        Agama Budha di india lebih percaya kepada non-personal yang disembah (sidharta gautama), dijadikan sebagai penghormatan bukan dijadikan sebagai meminta kepada tuhan.
Habib  :
Elita     :           Apa yang disembah dalam berdo’a (tidak meminta kepada tuhan), maka apa konsepnya ?

Almam :        Adanya konsep tridharma yang bahwasanya meminta perlindungan pada Budha. Tidak dengan disembah tapi dengan menghormati, karena dapat pencerahan sebagai pembawa dalam agama Budha/umat Budha.

 Semi   :          Umat Buddha menyebut tuhan yang maha esa dengan nama yang berbeda-beda. Undang-undang RI no.43 tahun 1999 (perubahan atas UU no. 8 tahun 1974  tentang pokok-pokok kepegawaian), sebagaimana peraturan pemerintah  RI no. 21 tahun 1975 (tentang sumpah/janji pegawai negri sipil), menyatakan dalam pengucapan sumpah atau janji bagi mereka yang beragama buddha, kata-kata “demi allah” diganti dengan “demi sang hyang adi Buddha”


(SESI 2.)
Sahrul   :        Apa ada hal yang khusus dalam agama Budha ?

Ipan       :         Ada, yaitu Moksa, sebagai tujuan akhir dalam konsep hidup dalam  agama Budha.

Aisyah   :         Dalam makalah di tuliskan bahwasanya Parita/mantra (menyembah). Kenapa ada penyembahan. pada siapa ? apa saja simbol-simbol dalam agama Budha ?

Rodiah  :         - orang Budha menganggap mantra adalah hal yang suci.
-Dupa, aki yang menyala secara terus-menerus, buah-buahan, lilin (sebagai penerangan), air (rendah hati), bunga (ketidak kekalan), dll. Yang sebenarnya ada dalam pembahasan selanjutnya.

Semi        :      Apakah ada konsep surga ? (pada makalah)

Habib      :      Ada tiga tujuan ; (1). Bahagia di dunia, (2). Kehidupan, meninggal  dan hidup di surga, (3). Mencapai Nibbana.          
Rahmah   :       surga disini adalah kehidupan bahagia di dunia. Kehidupan di dunia ini menjadi bagian kehidupan di syurga / neraka, misalnya seseorang saat di dunianya berbuat baik dan bahagia maka nanti dia akan mendapatkan surganya, begitu sebaliknya.

 Afendi    :      Masa Sidharta Gautama akan habis dan ada penggantinya yaitu “Matrea”. Apakah sebelum Sidharta Gautama ada yang lainnya ? karena setelah Sidharta Gautama aka ada lagi penggantinya. Dan apakah munculnya Matrea ini berwujud / secara filsafat atau nyata ?

 Ipan       :       Budha (awatara) yaitu titisan tuhan dalam keturunannya Sidharta ini dinyatakan sebagai keturunan yang ke semebilan, Budha Gautama ini ciptaan manusia.

Reni       :        seperti pada salah satu buku dinyatakan ada yang awalnya itu berbentuk ikan, atau hewan dan bentuk-bentuk lainnya sampai kepada Budha Gautama ini.
Samsul     :      Budha terasenden dilihat dari historis dan lainnya. Maka akan bermunculanlah Budha-budha dan ada pula Avatar-avatar karena memang di ceritakan Budha Gautama ini yang ke Sembilan maka setiap orang ingin menjadi Budha yang ke sepuluh dengan berbagai cara yang ia lakukan untuk mendapatkan kedudukan itu atau yang disebut ‘matrea’ ini. 




 Jakarta, 11 Oktober 2011


Notulis
Laila nihayati
                                                                                                                              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar